(
Isu syariat Islam dalam konteks busana )
Oleh
: Fadhallah
Aceh merupakan
daerah satu-satunya didalam kedaulatan Indonesia yang di sebut - sebut sebagai
negeri Syariat Islam, sebutan itu muncul tidak semata-mata begitu saja, tentu
mempunyai sejarah yang panjang dan menarik jika ditelusuri, salah satunya adalah
kiprah para Raja - raja dan Ulama terdahulu yang begitu masyhur yang
kemasyhurannya hingga sampai ke negeri
Arab, kecendikiawan para Raja dalam mengelola tahta kerajaan, hingga pemikiran
dan karangan kitab Ulama masa lampau sering di sebut-sebut telah berhasil membawa
Aceh menduduki sebutan “Seuramoe Mekkah”.
Syariat
adalah semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum muslimin,
baik yang ditetapkan dengan Al-Qur’an maupun dengan sunnah Rasul, syariat
merupakan jalan hidup muslim, syariat memuat ketetapan Allah dan Rasulnya, baik
berupa larangan maupun suruhan yang meliputi seluruh aspek manusia. Jadi dapat
disimpulkan bahwa syariat Islam merupakan keseluruhan peraturan atau hukum yang
mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia
dengan alam (lingkungannya), baik yang diterapkan dalam Al-qur’an maupun hadist
dengan tujuan terciptanya kemashlahatan, kebaikan hidup umat manusia di dunia
dan di akhirat.
Berdasarkan
catatan rihlah Ibnu Battutah, Islam masuk ke Aceh pada penghujung abad pertama
Hijriah, yang di bawa oleh para pedagang Arab dan India yang melakukan
perdagangan di sepanjang pesisir Aceh. Penyebarannya melalui metode penetrasi
damai, toleran, membangun dan berbaur dengan tradisi yang ada. Masuknya Islam, membawa perubahan dalam
masyarakat Aceh. Nilai – nilai Islam mulai diaplikasikan dan diterapkan dalam
kehidupan masyarakatnya yang sebelumnya beragama Hindu. Penerapan syariat Islam
pun mulai ada dan berkembang pada kerajaan – kerajaan Aceh, hingga pucaknya pada
kesultanan Iskandar Muda (1607 – 1636).
Hukum Islam pada masa
Iskandar Muda diterapkan secara kaffah dengan mazhab Imam Syafi’i yang meliputi
bidang ibadah, Ahwal Al-Syakhsyiyyah (hukum keluarga), Mu’amalat Maaliyah
(perdata), Jinayah (pidana Islam), Uqubah (hukuman), Murafa’ah, Iqtishadiyah (peradilan),
Dusturiyah (perundang-undagan), Akhlaqiyyah (moralitas) dan “Alaqah Dauliyah
(kenegaraan). Hal ini diketahui dengan adanya manuskrip-manuskrip kuno karya
Ulama Aceh terdahulu, seperti karya Syekh Nuruddin Ar – Raniry, karya Syekh Abdurrauf
As-Singkili dan karya-karya ulama lainnya.
Masa
Aceh di bawah tampuk kerajaan masa dulu sudah di terapkan syariat Islam, buktinya
dengan ke datatangannya Ulama-ulama Besar, berarti kebutuhan dan penghargaan
terhadap Ulama masa itu sangatlah besar, di bentuknya peradilan Islam yang di
atur oleh Ulama tanpa campur tangan penguasa, ada keleluasaan untuk menjalankan
hukum syariah, pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah hingga pusat,
masalah yang tidak selesai di tingkat daerah ( qadhi ulee balang ) diteruskan ke mahkamah
yang lebih tinggi ( qadhi malikul adil ), hingga kisah Iskandar Muda yang
menghukum anaknya sendiri karena berzina, berarti hukum rajam bagi pelaku zina
sudah diberlakukan pada saat itu dan tanpa pandang kasta.
Namun sangat
disayangkan fenomena yang terjadi pada masa-masa sekarang ini seakan - akan
masyarakat Aceh telah jauh dan lupa dari pada ilmu pengetahuan agama dan sosok Ulama
dimasa kini, sehingga menyebabkan rendahnya kesadaran akan menjalankan Syariat Islam
dalam kehidupan sehari-hari, fenomena ini sangat mudah untuk didapati,
diantaranya dari aspek pemerintahan, perekonomian, pendidikan dan perilaku
masyarakat Aceh itu sendiri.
Salah satunya pada
aspek perilaku masyarakat yang sedang hangat di perbincangkan pada saat ini
adalah “Jajanan Murahan Jalanan” begitulah kira-kira sebutan mereka pada
fenomena yang sedang terjadi dikalangan kaum hawa masa kini, peran pakaian yang
seharusnya dapat menutupi aurat secara syar’i tapi sekarang malah seakan-akan
kegunaannya sudah berbalik dari sebagai mana mestinya fungsi pakaian tersebut
digunakan.
Kaum hawa seakan-akan
terlupa atau mengabaikan akan hal tersebut, hal ini disebabkan oleh
perkembangan zaman yang semakin modern, perubahan pola berpakaian yang sudah
meniru gaya kebarat-baratan, sangatlah menyimpang dengan adat istiadat Aceh dan
norma-norma Islam, gaya berpakaian masyarakat barat cendrung selalu
mengumbar-ngumbar aurat, mungkin ini disebabkan oleh agama yang mereka anut
bukan agama Islam yang cendrung mengusai wilayah mereka. Tidak hanya ada itu,
ini juga disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin canggih, sehingga
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan moral kaum wanita akan hal
bagaimana cara mereka berpakaian dengan baik dan benar sesuai dengan syar’i,
dengan perkembangan zaman yang semakin maju kaum wanita dapat mengikuti trend
busana idolanya yang memiliki cara berpakaian yang mempunyai nilai negatif
menurut adat dan istiadat Aceh dan ajaran Islam semakin mudah dan cepat
tersebar. Tidak hanya akibat pengaruh perkembangan teknologi informasi saja,
tetapi juga penangkalan pengetahuan agama sehingga berimbas kepada penurunan
kesadarannya untuk berpakaian secara syar’i, seakan-akan jika mereka tidak
mengikuti trend tersebut maka mereka merasa ketinggalan zaman dan jadul
sehingga tidak merasa percaya diri.
Ini bukti nyata dalam
kehidupan sehari-hari kita pada masa sekarang, kita cukup gampang melihat kaum wanita
yang selalu melintasi jalan raya dengan memakai baju ketat, celana ketat yang
membalut tubuh mereka seakan-akan seperti sebutan “Timphan Baloen”, tidak mengenakan penutup kepala ( jilbab ) dan
tidak jarang juga kita menemukan kaum wanita yang mengenakan rok sambil duduk
nyamping dibelakang kendaraan roda dua tanpa mengenakan lajing, stocking, dan
bahkan roknya agak sedikit pendek dan kembang, nah ini cukup nyata akan
nampaknya aurat dari ujung kaki sampai kepaha yang terlihat jelas warna kulit
dan bulu-bulu kecil yang bertumbuhan di sekitaran paha mulus mereka yang
membuat para lelaki naik suhu 360 derjat celsius jika melihat hal demikian.
Jika
ini terjadi, maka salah siapa?, Wanita tidak menutup
auratnya seakan-akan mereka memamerkan lekukan tubuhnya, serta warna kulitnya,
jika lelaki memerhatikan hal tersebut, maka wanita akan tersinggung, tapi jika
tidak diperhatikan wanita memamerkan hal tersebut. Ibaratkan.
. . . Jika ada pameran seni maka tentu ada pengunjungnya, tapi jika tidak
ada pameran seni maka dapat dipastikan memang tidak ada pengunjungnya!
Sekarang banyak kaum
wanita terutama muslimah yang berlomba-lomba untuk memakai pakaian yang katanya
modis tersebut. Pakaian tersebut sebenarnya digunakan oleh para ( maaf ) PSK
dan WTS untuk memikat pelanggannya, akan tetapi seiring perkembangan waktu,
fungsi pakaian tersebut seakan–akan sudah berubah fungsinya yaitu untuk memikat
lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan jenis, maka semakin banyak pula
kasus tindakan asusila yang sering kita baca di media cetak, elektronik, atau
mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya sendiri. Pelecehan seksual ada di
mana-mana. Tidakkah para mukminin dan mukminat telah diperintahkan oleh Allah
di dalam Al-Qur’an, surat Al-A’raf ayat 26 yang berbunyi, “Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda
Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (QS Al A’raf : 26)
Salah satu penyebab
maraknya terjadi kemaksiatan nafsu adalah karena timbulnya nafsu syahwat, nafsu
syahwat tidak akan muncul jika tidak ada sebab musabbabnya. Salah satu sebabnya
adalah nampaknya aurat wanita yang dapat memunculkan nafsu syahwat lawan
jenisnya, sehingga memunculkan musabbabnya yang mendorong mereka untuk
melakukan apa saja yang akan diinginkan oleh nafsu syahwat mereka, tidak jarang
sampai ke perbuatan yang paling keji yaitu zina. Ini dibuktikan dari hasil
survei Dinas Kesehatan Provinsi Aceh yang menyatakan bahwa, “Perilaku seks bebas pada remaja yang paling
tinggi terjadi di Kota Lhokseumawe dengan persentase 70 persen menyusul Kota
Banda Aceh di peringkat dua dengan persentase 50 persen”, menurut salah
satu lansiran surat kabar swasta.
Sebenarnya bagaimana
sih aurat seorang wanita diluar rumah ?. Seorang wanita yang akan keluar dari
rumahnya dan berinteraksi dengan pria bukan mahram, maka ia harus memperhatikan
sopan santun dan tata cara busana yang dikenakan haruslah memenuhi beberapa syarat
: Meliputi seluruh badan kecuali yang diperbolehkan yaitu wajah dan kedua
telapak tangan, bukan berfungsi sebagai perhiasan, tebal tidak tipis, longgar
tidak ketat, tidak diberi parfum atau minyak wangi, tidak menyerupai pakaian
laki-laki, tidak menyerupai pakaian wanita kafir, bukanlah pakaian untuk
mencari popularitas.
Dari uraian diatas
dapat kita pahami bahwa wanita harus menutup seluruh tubuhnya kecuali yang
diperbolehkan yaitu wajah dan kedua telapak tangan, memakai pakaian yang tebal,
dan longgar, tidaklah tipis, ketat, dan tembus pandang, tidak menyerupai
pakaian lelaki. Aurat merupakan segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa
yang dapat menimbulkan nafsu syahwat lelaki dan itu dilarang didalam agama
Allah karena dapat menimbulkan perbuatan yang keji, pernyataan diatas juga
diperkuat dengan firman Allah, yang berbunyi,
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (QS:
Al-Ahzab Ayat: 59)
Busana
muslimah yang mempunyai fungsi menutup aurat juga berfungsi sebagai penegak indentitas.
Dengan busana itu, seorang Muslimah mengidentifikasikan diri dengan
ajaran-ajaran Islam, karena identifikasi ini, maka sangat mungkin ia akan
terdorong untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Dalam hubungan
interpersonal, busana Muslimah akan menyebabkan orang lain mempersepsikan
pemakainya sebagai wanita Muslimah dan akan memperlakukannya seperti itu pula.
Inilah mungkin maksud pesan dari al-Qur’an, busana Muslimah dipakai “supaya dikenal” dan “sehingga mereka tidak diganggu”.
Artinya dengan menutup aurat kehormatan dan indentitas diri akan terjaga,
sehingga orang yang melihatnya akan mempersepsikan bahwa ia adalah wanita
Muslimah yang harus dijaga dan tidak boleh diganggu. Seorang wanita
meninggalkan rumahnya dengan tertutup auratnya justru akan menghindarkan adanya
gangguan dari laki-laki yang tidak bermoral dan tidak mempunyai sopan santun.
Jika seorang wanita meninggalkan rumahnya dengan auratnya tertutup, hal ini
bukan hanya tidak mengurangi martabatnya sebagai seorang wanita, akan tetapi
justru menambahnya. Ambil contoh seorang wanita yang meninggalkan rumahnya
dengan hanya muka dan kedua telapak tangannya yang terlihat dan dari perilaku
serta pakaian yang dikenakannya tidak akan mudah menimbulkan dan menyebabkan
orang lain terangsang atau tertarik kepadanya. Artinya ia tidak akan mengundang
perhatian lelaki kepada dirinya. Ia tidak mengenakan pakaian-pakaian yang
mencolok atau berjalan dengan suatu cara yang menarik perhatian orang lain
kepada dirinya atau ia tidak berbicara dengan suatu cara yang menarik perhatian.
Maka dari itu mari kita
sadari bersama bahwa menutup aurat itu merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan karena untuk kemaslahatan umat manusia yang terjaga dari perbuatan
keji, yang mungkin dapat menjerumuskan manusia kepada perbuatan zina, jika
dalam hal ini kaum wanita yang dapat menjaga perilaku dan auratnya dengan
sebaik – baiknya maka akan mendapatkan derajat yang tinggi dan mulia disisi
Allah. Dalam konteks ini diperlukannya keterlibatan berbagai kalangan terkait yang
harus lebih serius dalam menanggapi hal tersebut, dimulai dari peran
Pemerintahan yang harus lebih serius dalam menerapkan peraturannya di wilayah
Aceh yang mungkin dapat bercermin pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
peran Ulama yang harus lebih maksimal dalam
membina ahlak dan moral masyarakat Aceh, dan peran Orang tua yang sangat
berperan aktif dalam mensuport dan mendidik anak – anaknya secara Islami.
Peran kalangan yang
terkait diatas tentu tidak mudah untuk dilakukan, di perlukannya dukungan dari
berbagai pihak untuk mewujudkan generasi yang berkualitas, yang bermoral serta
berakhlak mulia, yang menjunjung tinggi ajaran – ajaran Islam dibumi “Seuramoe Mekkah” ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar